Pada
semester satu kalian telah mempelajari tentang berbagai penyakit sosial
sebagai akibat penyimpangan sosial dalam keluarga dan masyarakat
beserta upaya pencegahannya. Masih ingatkah kalian, yang dimaksud
penyimpangan sosial? Untuk mengingatnya kembali, cobalah buka kembali
buku catatan kalian di semester satu! Idealnya, dalam suatu tatanan
kehidupan, baik di dalam keluarga ataupun di dalam masyarakat, kita
mengharapkan adanya suatu keselarasan dan menghindari adanya
penyimpangan. Akan tetapi, dalam kehidupan yang majemuk di masyarakat,
seringkali kita tidak dapat mencegah terjadinya berbagai bentuk perilaku
penyimpangan.
Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian sosial agar tercipta
suatu keteraturan dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat.
Pengendalian sosial adalah suatu cara dan proses, baik yang terencana
ataupun tak terencana, dalam upaya manusia untuk mengendalikan individu,
kelompok, ataupun masyarakat untuk dapat berperilaku selaras atau
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di dalam
masyarakat. Pengendalian sosial bertujuan agar nilai-nilai dan
norma-norma sosial dapat dijalankan oleh masyarakat sehingga tercipta
suasana aman, nyaman, tertib, dan damai di masyarakat.
A. Macam-Macam Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah suatu bentuk aktivitas masyarakat yang
disampaikan kepada pihak-pihak tertentu dalam masyarakat karena adanya
penyimpangan-penyimpangan sosial. Hal ini dilakukan agar kestabilan
dalam masyarakat kembali dapat tercapai. Berdasarkan aspek-aspek
tertentu, pengendalian sosial dapat dibedakan, menjadi berikut ini.
1. Berdasarkan Waktu Pelaksanaannya
Berdasarkan waktu pelaksanaannya, pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, berikut ini.
a. Tindakan preventif; yaitu tindakan yang dilakukan oleh
pihak berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak
pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Pengendalian yang bersifat
preventif umumnya dilakukan dengan cara melalui bimbingan, pengarahan
dan ajakan. Contohnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh
dinas-dinas terkait tentang bahaya yang ditimbulkan sebagai akibat dari
pemakaian narkoba.
b. Tindakan represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan. Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa yang terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
c. Tindakan kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya. Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya kembali
b. Tindakan represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan. Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa yang terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
c. Tindakan kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya. Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya kembali
2. Berdasarkan Sifatnya
a.
Pengendalian internal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh
penguasa atau pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (the rulling class)
untuk menjalankan roda pemerintahannya melalui strategi-strategi
politik. Strategi-strategi politik tersebut dapat berupa aturan
perundang-undangan ataupun program-program sosial lainnya.
b. Pengendalian eksternal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpanganpenyimpangan tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
b. Pengendalian eksternal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpanganpenyimpangan tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
3. Berdasarkan Cara atau Perlakuan Pengendalian Sosial
a. Tindakan persuasif; yaitu tindakan pencegahan yang dilakukan
dengan cara pendekatan secara damai tanpa paksaan. Bentuk pengendalian
ini, misalnya berupa ajakan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk
tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Contohnya seorang guru BP
menasehati dan menghimbau kepada siswa untuk tidak merokok.
b. Tindakan coersif; yaitu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk pemaksaan diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar penyimpangannya. Contohnya penertiban PKL secara paksa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP.
b. Tindakan coersif; yaitu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk pemaksaan diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar penyimpangannya. Contohnya penertiban PKL secara paksa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP.
4. Berdasarkan Pelaku Pengendalian Sosial
a.
Pengendalian pribadi; yaitu pengaruh yang datang dari orang atau tokoh
tertentu (panutan). Pengaruh ini dapat bersifat baik atau pun buruk.
b. Pengendalian institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada. Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
c. Pengendalian resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
d. Pengendalian tidak resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.
b. Pengendalian institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada. Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
c. Pengendalian resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
d. Pengendalian tidak resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.
B. Tahapan Pengendalian Sosial
Sebagai suatu proses, pengendalian sosial yang berlaku di masyarakat dapat dibedakan menjadi berikut ini.
1. Tahap Sosialisasi atau Pengenalan
Tahap sosialisasi atau pengenalan merupakan tahap awal proses
pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat dikenalkan pada
bentuk-bentuk penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya. Pengenalan
tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang akan
diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial.
Di dalam hal ini, tahap sosialisasi bersifat preventif yang bertujuan
mencegah perilaku penyimpangan sosial.
2. Tahap Penekanan Sosial
Tahap penekanan sosial dilakukan untuk mendukung terciptanya kondisi
sosial yang stabil. Pada tahap ini telah disertai dengan pelaksanaan
sanksi atau hukuman kepada para pelaku tindakan penyimpangan. Dengan
adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat segan dan
tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
3. Tahap Pendekatan Kekuasaan/Kekuatan
Pada tahap ini, terlihat adanya pihak pelaku pengendalian sosial dan
pihak yang dikendalikan. Tahap ini dilakukan jika tahaptahap yang lain
tidak mampu mengarahkan tingkah laku manusia sesuai dengan norma atau
nilai yang berlaku. Berdasarkan pelakunya, tahap pendekatan kekuasaan
atau kekuatan ini dapat dibedakan, menjadi berikut ini.
a. Pengendalian kelompok terhadap kelompok; misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b. Pengendalian kelompok terhadap anggotanya; misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi yang belajar di sekolah itu.
c. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain; misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang menjaga adiknya.
a. Pengendalian kelompok terhadap kelompok; misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b. Pengendalian kelompok terhadap anggotanya; misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi yang belajar di sekolah itu.
c. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain; misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang menjaga adiknya.
C. Bentuk-Bentuk Pengendalian Sosial
Dalam penerapannya, pengendalian sosial mempunyai beberapa bentuk,
seperti gosip, teguran, hukuman atau sanksi, serta pendidikan dan agama.
Berikut ini uraian singkat mengenai bentuk-bentuk pengendalian sosial
tersebut.
1. Gosip
Gosip adalah kabar yang tidak berlandaskan fakta. Gosip disebut juga
kabar burung atau desas-desus. Suatu gosip tersebar di masyarakat jika
pernyataan secara terbuka tidak dapat dilontarkan secara langsung atau
belum menemukan bukti-bukti yang sah. Pada umumnya, gosip merupakan
kritik tertutup yang ditujukan pada seseorang atau lembaga yang
melakukan penyimpangan sosial. Dalam hal ini, orang atau lembaga yang
terkena gosip akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya, jika tidak,
maka orang atau lembaga tersebut akan dicemooh, dikucilkan, dan merasa
terisolir dalam kehidupan bermasyarakatnya.
2. Teguran
Teguran adalah kritik sosial yang bersifat terbuka, baik lisan atau pun
tertulis, terhadap orang atau lembaga yang melakukan tindak penyimpangan
sosial. Teguran dilakukan secara langsung kepada pelaku tindak
penyimpangan agar pelaku tindak penyimpangan tersebut
menyadari perbuatannya dan dapat segera menghentikan tingkah laku menyimpangnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Sanksi atau Hukuman
Sanksi atau hukuman merupakan tindakan tegas yang diambil jika
teguran tidak lagi diindahkan oleh pelaku tindak penyimpangan. Sanksi
atau hukuman merupakan bentuk pengendalian sosial yang efektif karena
pelaku tindak penyimpangan akan mengalami kerugian atau penderitaan,
misalnya didenda, diskors, atau mengalami hukuman fisik. Dalam hal ini,
sanksi atau hukuman hanya dapat diberikan oleh pihak yang memiliki
kekuatan hukum atau resmi berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam
pelaksanaannya, sanksi atau hukuman berfungsi untuk:
a. memberikan efek jera kepada pelaku penyimpangan sosial; dan
b. memberikan contoh kepada pihak lain agar tidak ikut melakukan perbuatan menyimpang (schock theraphy).
a. memberikan efek jera kepada pelaku penyimpangan sosial; dan
b. memberikan contoh kepada pihak lain agar tidak ikut melakukan perbuatan menyimpang (schock theraphy).
4. Pendidikan dan Agama
Pendidikan, baik formal ataupun nonformal, merupakan salah satu
bentuk pengendalian sosial yang telah melembaga. Pendidikan dapat
berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk sikap mental anak didik sesuai
dengan kaidah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pendidikan
memberi pengertian akan hal yang baik dan hal yang buruk melalui
pendekatan ilmiah dan logika.
Agama merupakan penuntun umat manusia dalam menjalankan perannya
di muka bumi ini. Dalam ajaran agama, manusia dituntut untuk mampu
menjalin hubungan baik dengan Tuhan, menjalin hubungan baik
antarmanusia, dan menjalin hubungan baik dengan alam lingkungannya.
Dalam ajaran agama dikenal adanya dosa dan pahala. Dosa akan diterima
manusia jika mereka melakukan penyimpangan dari aturan-aturan yang telah
ditetapkan dalam ajaran agama sesuai dengan petunjuk dari kitab suci
atau nabi. Dosa yang dilakukan manusia akan memperoleh balasan atau
hukuman dari Tuhan YME kelak di kehidupan lain (akherat). Adapun pahala
akan diterima manusia jika mereka melakukan hal-hal baik sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci atau ajaran nabi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka agama merupakan bentuk pengendalian
sosial yang tumbuh dari hati nurani berdasarkan kesadaran dan tingkat
keimanan seseorang sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianutnya.
Berbagai bentuk pengendalian sosial tersebut,
pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi. Berikut ini beberapa fungsi pengendalian sosial.
1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan.
2. Memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma kemasyarakatan.
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku.
4. Menimbulkan rasa takut.
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.
pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi. Berikut ini beberapa fungsi pengendalian sosial.
1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan.
2. Memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma kemasyarakatan.
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku.
4. Menimbulkan rasa takut.
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.
D. Peran Pranata Sosial dalam Upaya Pengendalian Sosial
Keberhasilan suatu upaya pengendalian sosial tidak terlepas dari
peran pranata sosial di masyarakat. Peran pranata sosial sendiri adalah
berusaha menegakkan dan menjalankan nilai dan norma sosial agar tercipta
suatu kondisi kehidupan masyarakat yang aman, selaras, dan tertib
sesuai dengan peraturan atau ketetapan yang berlaku. Berikut adalah
pranata sosial yang berperan besar dalam upaya menciptakan ketertiban
dan pengendalian sosial.
1. Pranata Keluarga
Pranata
keluarga merupakan bentuk basic institutions. Seperti telah dijelaskan
pada bab di depan, keluarga memiliki peran besar dalam membentuk
karakter seseorang kaitannya dengan perilaku sosial yang dilakukannya
dalam masyarakat. Sebagai tempat pendidikan anak yang pertama dan utama,
aturan dan kedisiplinan yang diterapkan dalam keluarga akan sangat
memengaruhi sikap dan dan perilaku seseorang. Sebagai contoh, seorang
anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah akan
selalu bersikap sesuai dengan aturan agama, rajin beribadah, dan mampu
membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk atau dilarang agama.
Hal ini terjadi karena seseorang telah dikondisikan atau dibiasakan
untuk melakukan hal tersebut.
Kondisi tersebut akan jauh berbeda terhadap seorang anak yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak taat beribadah atau
dalam keluarga yang tidak disiplin. Mereka akan beranggapan bahwa segala
sesuatu akan dianggap baik bila menguntungkan bagi dirinya sendiri
tanpa mengindahkan apakah hal tersebut dilarang agama ataupun tidak.
Dalam perkembangannya, seringkali bentuk-bentuk pelanggaran norma akan
muncul dari hasil pendidikan yang kurang terarah dari suatu keluarga.
Untuk itu, penanaman pemahaman tentang kebaikan dan disiplin diri yang
kuat akan sangat membantu seseorang dalam bersosialisasi di masyarakat,
sehingga dapat terhindar dari
pengaruh-pengaruh buruk saat dia bersosialisasi.
pengaruh-pengaruh buruk saat dia bersosialisasi.
2. Pranata Agama
Pranata agama merupakan bentuk general institutions yang mengatur
hubungan antarmanusia, antara manusia dengan alam, dan antara manusia
dengan Tuhannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, agama merupakan benteng
individu dalam menghadapi tantangan dunia yang kian kompleks dari waktu
ke waktu. Pranata agama memberi batasan tentang segala sesuatu itu boleh
atau tidak boleh, halal atau tidak halal, berdosa atau tidak berdosa,
sehingga dengan memahami dan menerapkan konsep tersebut diharapkan
ketenteraman dan kedamaian batin dapat dikembangkan, yang pada akhirnya
dapat berimbas pada kerukunan hidup antarmanusia sebagai anggota
masyarakat.
3. Pranata Ekonomi
Sebagai suatu tata tindakan dalam memanfaatkan uang, tenaga, waktu,
atau barang-barang berharga lainnya, pranata ekonomi memberikan
aturan-aturan khusus dalam upaya pengendalian sosial agar tercapai suatu
keseimbangan dan terwujudnya suatu keadilan sosial. Tanpa pranata
ekonomi, bisa kalian bayangkan sendiri, bagaimana suatu industri
mengeksploitasi sumberdaya secara besar-besaran, bagaimana seorang
majikan memperlakukan buruhnya secara semena-mena, atau bagaimana jika
seseorang menentukan nilai suatu barang sekehendak hatinya. Pranata
ekonomi memberikan aturan dan batasan-batasan yang telah disepakati
bersama sebagai suatu hukum atau aturan ekonomi yang harus dipatuhi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pranata ekonomi
sangat berperan dalam mengatur kegiatan ekonomi, seperti produksi,
distribusi, dan konsumsi agar dapat berjalan dengan lancar, tertib dan
dapat memberi hasil yang maksimal dengan meminimalisasi dampak negatif
yang ditimbulkan.
4. Pranata Pendidikan
Pranata
pendidikan memiliki aturan dan disiplin baku yang bertujuan untuk
mempersiapkan anak didiknya melalui pengajaran dan pendidikan ilmu
pengetahuan. Dengan bekal pendidikan ilmu pengetahuan, seseorang
diharapkan dapat menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan sehingga
mampu berkompetisi dalam kehidupan, mampu berpikir secara ilmiah dan
logis tentang segala sesuatu sehingga mampu memilah hal-hal yang baik
dan buruk. Pranata pendidikan termasuk dalam basic institutions. Dengan
pranata pendidikan, diharapkan hasil sosialisasi akan membentuk sikap
mental yang cocok dengan kehidupan di masa sekarang dan yang akan
datang.
5. Pranata Politik
Pranata politik mengatur kehidupan berpolitik, dalam arti kehidupan
berbangsa dan bernegara. Peran utama pranata politik adalah mengupayakan
kehidupan masyarakat yang merdeka, adil, dan makmur, menjaga kehormatan
hak-hak dan kewajiban warga negara, serta mengatur hubungan negara
dengan negara lain dalam pergaulan internasional. Dalam pelaksanaannya,
politik memiliki serangkaian aturan dan alat yang digunakan untuk
menegakkan kedaulatan rakyat dan kedaulatan pemerintah melalui
hukumhukum yang telah ditetapkan. Pelanggaran terhadap hukum-hukum
tersebut dapat menyebabkan seseorang menerima sanksi.
0 komentar:
Posting Komentar